Masjid Jami Baiturrahim Kecicang Islam dengan ukuran 27 x 25 m 2 yang terletak di Banjar Dinas Kecicang Islam, Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Bali berdiri sekitar abad ke XVII Masehi Pendiriannya ini dilakukan oleh para Mubalig dan masyarakat Kecicang Islam yang salah satu diantaranya oleh Syeh Abdurrahman atau masyarakat mengenalnya dengan sebutan Balok Sakti yang makamnya sampai saat ini masih sering diziarahi oleh masyarakat Kecicang Islam khususnya yang terletak di daerah TOH PATI wilayah Kecamatan Bebandem.

Masjid Jami’ Baiturrahim yang tergolong paling tua di Karangasem memiliki beberapa spesifikasi diantaranya:

  1. Dari segi bangunan fisik merupakan perpaduan antara arsitektur Jawa dan Bali
  2. Mimbar Khotib berciri khas ukiran Bali dengan nilai-nilai budaya Jawa-Bali yang melingkupinya.
  3. Empat Soko Catur sebagai tiang utama penyangga bangunan
  4. Bagian Mihrab konstruksi bahan bangunan masih terbuat dari andonan tanah basi sebagai bahan perekat antara satu batu dengan batu lainnya.
  5. Masjid Jami’ Baiturrahim memiliki luas bangunan dengan ukuran 27 x 25 m 2 3. Eksistensi

Proses masuknya Islam di Kabupaten Karangasem erat sekali hubungannya dengan masuknya Islam di Pulau Bali.

Kedatangan Pedanda Sakti Bau Rawuh yang di Lombok dikenal dengan nama Pangeran Sangupati dan di Sumbawa terkenal dengan sebutan Tuan Semeru adalah penyebar agama Islam setelah runtuhnya Majapahit.

Masuknya Islam di Pulau Bali berkaitan dengan perkembanganIslam di Lombok, Makasar, dan Sumbawa. Hal serupa ini perlu mendapat perhatian arena masalah yang kita ingin bahas darimana atau melalui daerah mana Islam masuk di daerah Kabupaten Karangasem, apakah datangnya melalui daerah pantai barat daya dengan pelabuhan-pelabuhan tua seperti Pasir Putih dan Buitan, ataukah dari daerah Timur dengan pelabuhan Ujung, ataukah kemungkinan dari arah utara dengan pelabuhan tuanya Tulamben?

Untuk itu perlu kita menengok kontak-kontak kerajaan Karangasem dengan kerajaan Klungkung, dengan Selaparang (Lombok), dengan kerajaan Goa (Sulsel) atau kemungkinan juga dengan kerajaan Sumbawa.

Konsep pemikiran dengan memperhatikan faktor-faktor strategis yang memungkinkan timbulnya kontak-kontak dengan daerah sekitarnya, membawa arah pemikiran kita ke teori proses  perkembanga Islam di Indonesia.

Membicarakan masalah perkembangan Islam di Karangasem kita tidak dapat melepaskan diri dari sumber yang ada, hal ini sudah menjadi suatu metode penelitian sejarah, bahwa berhasil tidaknya suatu penelitian sejarah sangat ditentukan oleh tersedianya sumber, baik berupa sumber tertulis, monumental.

Kabupaten Karangasem mempunyai 38 kampung Muslim yang tersebar di 10 Desa dari 4 Kecamatan dengan profesi mayoritas masyarakat Muslim sebagai pedagang kaki lima, petani penggarap, nelayan dan buruh.

Pada tahun 1963 ada peristiwa besar yakni meletusnya Gunung Agung yang dikemudian dikenal dengan peristiwa “63” kelabu yang telah menelan korban harta benda dan jiwa bahkan meluluh lantahkan beberapa perkampungan muslim.